Pesan Masyarakat Melalui Film Pendek

08 Oktober 2012 Leave a Comment
Gelak tawa sekitar 60 penonton di dalam ruang yang hanya disinari cahaya LCD Proyektor tidak terbendung ketika suara Karyo ( diperankan Teguh Prihantono ) dengan dialek khas Banyumasan mulai terdengar.


Dialek itu menjadi kekuatan tersendiri dan terkesan berbeda dengan dua film lain ( Osteoporosis Si Mbah dan My Sister Keeper ) yang membuat penonton di dalam gedung B1 ruang 106 Fakultas Bahasa dan Seni Unnes harus cermat menyimak setiap tulisan translate di setiap adegan.

Namun, bukan masalah dialek sebenarnya yang ingin disampaikan para sineas dadakan dalam pemutaran film pendek yang diadakan Laboratorium Teater dan Film 'Umar Ismail' Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Unnes pada hari Minggu kemarin, melainkan lebih terkait isi atau kandungan pesan yang ingin disampaikan film itu.

Lepas dari segala kekurangan yang ditampilkan, film karya mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Unnes semester 4 itu berusaha mempromosikan pelayanan kesehatan yang sering menjadi kendala masyarakat menengah ke bawah.

Intinya, film yang diproduksi akhir tahun lalu itu ingin menyampaikan program Jampersal ( jaminan persalinan ) nyata ada dan perlu dimanfaatkan masyarakat karena gratis, sehingga mereka tidak perlu lagi bingung ketika dihadapkan persoalan keuangan, seperti disuguhkan 12 mahasiswa IKM FIK Unnes itu.

"Pesannya cukup sederhana dan ternyata belum diketahui masyarakat pada umumnya, terutama di pedesaan," kata Yunas Tri Palupi, sutrada film 'Keluarga Sukar' itu. Dia menambahkan, proses produksi hanya membutuhkan waktu sehari dan lokasi yang dipilih yakni di Desa Sidomukti, Kecamatan Kuwarasan, Kabupaten Kebumen.

Meski sebagai tugas akhir semester pada Mata Kuliah Teknologi Pengembangan Media, dia bersama 11 rekannya berusaha memilih tema yang pantas dan belum diketahui masyarakat, khususnya di pedesaan. "Meski tugas kuliah dan baru pertama terjun di dunia film, kami ingin total membuat film yang bisa dinikmati dan ditonton masyarakat, tidak hanya untuk mahasiswa apalagi dosen," katanya.

Erni Nur Faizah ( pemeran bidan ) menyatakan, para pemeran film sebelum proses produksi harus mencari referensi baik contoh film, buku tentang kesehatan masyarakat, maupun diskusi dengan dosen pengampu, mereka juga harus menyisihkan uang saku sebesar Rp. 75.000 per mahasiswa untuk biaya produksi.

Hasilnya, film itu mampu memberi kesan pihak Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang dan terpilih menjadi film terbaik dalam pameran Gizi pada tahun lalu diantara 14 film pendek yang disodorkan IKM FIK Unnes. "Sesuai informasi DKK Semarang yang kami terima, ke depannya film itu akan dijadikan sebagai ajang promosi dan publikasi tentang pelayanan kesehatan masyarakat," jelasnya.

Terpilihnya film berdurasi 25 menit itu, kata Erni, menjadi spirit untuk terus berkarya dan menggali lebih jauh dalam memproduksi film yang dapat bermanfaat.

Postingan Menarik Lainnya :

0 komentar »

Leave your response!