Orang Tua Kandung Saya Adalah Kakak Saya? (100% Kisah Nyata)

09 Januari 2013 Leave a Comment
Saat usianya menginjak sembilan tahun, Lois Steicy menemukan sebuah kebenaran yang sangat mengejutkan.


“Jadi tante saya itu seumuran saya, dia yang menceritakan pada saya bahwa yang saya panggil papa mama itu bukan papa mama kandung saya. Sedangkan orang yang saya panggil kakak, itulah sebenarnya orangtua kandung saya,” ungkap Lois.

Lois memang terlahir di luar nikah. Ketika ia lahir, orangtuanya memberikan kepada saudara mereka, lalu ia diambil oleh kakek neneknya dan diangkat sebagai anak. Kebenaran itu mengubah hidup Lois selamanya.

“Saya jadi cepat tersinggung, apalagi kalau tidak dibela, saya langsung lari ke kamar mandi. Saya merasa tertolak dan tidak diharapkan di keluarga. Jadi saya lakukan apa saja yang saya suka.”

Inilah awal pemberontakan dalam hidup Lois, sebuah petualangan pencarian jati dirinya yang sesungguhnya.
”Jadi saya berpikir bagaimana caranya orang bisa perhatiin dan bisa sayang. Boleh aja mereka tidak kenal saya sebagai Lois yang cantik, tapi seenggak-enggaknya mereka bisa kenal kalau saya itu orang yang hebat dalam organisasi.”

Namun petualangan Lois tidak hanya berhenti disana, ia pun mulai berani menyerempet bahaya. “Waktu SMA, karena ingin tahu, kami nonton film blue, cewek semua sih. Tapi jadi ketagihan. Karena sudah sering nonton, jadi ada rasa penasaran. Sampai akhirnya ada seorang pria yang deketin, pada hal sudah tahu kalau dia sudah berumah tangga.”

Sebagai gadis yang polos, Lois jatuh kedalam pelukan pria hidung belang tersebut.

“Saya akhirnya ngalamin hal yang seperti itu dengan dia, yang akhirnya kehilangan virginitas,” demikian pengakuan Lois. “Saat kehilangan itu saya berpikir: ya udahlah, mau gimana lagi hidup gua. Kayanya emang harus begini hidup gua.”

Hal tersebut hanyalah permulaan, sebuah awal dari petualangan-petualangan lainnya untuk mengejar cinta.

“Karena takut ditinggalin, ‘Ya udah, saya lakuin apapun buat kamu deh. Yang penting kamu tetap sama aku.’ Jadi mind setnya adalah, saya akan bisa diterima kalau saya berikan yang ‘itu’. Sampai tahu-tahu saya sudah ngga datang haid-nya dan periksa memang positif.”

Atas inisiatif sendiri dan dukungan dari sang pacar akhirnya Lois membuat tindakan yang gila, aborsi. “Supaya nama baik keluarga terjaga,” ucap Lois.

“Kalau ditanya rasa takut, pasti ada. Cuma sudah ngga terlalu mikirin. Udahlah masih lama, kalaupun hamil lagi, ntar aborsi lagi. Sempet mikirin lagi.”

Tidak ada kata jera bagi Lois, ia hanya ingin dicintai. Namun semua itu berakitat ia harus mengaborsi 4 dari 5 orang jabang bayi yang dikandungnya. Namun yang terakhir, Tuhan membuat sesuatu yang berbeda.

“Adikku melihat perubahan badanku dan ngasih tahu ke mama kalau aku tuh kayanya hamil.”

Akhirnya rahasia kehamilannya teruangkap juga, orangtuanya menuntut pria yang menghamilinya untuk bertanggung jawab. Namun orangtuanya memberi syarat, sebelum Lois melahirkan ia harus tinggal di Jakarta.

“Waktu itu dia janji akan menyusul ke Jakarta, khususnya sebelum melahirkan.”

Namun hingga bayi itu lahir, pria itu tidak pernah menampakkan batang hidungnya ke rumah orangtua Lois di Jakarta, untuk menikahinya. Hal itu cukup menekan kondisi mental Lois.

“Dari segi mental benar-benar tidak siap, ada sebuah rasa malu. Saya pengen sembunyi, jadi waktu datang ke Jakarta itu tidak ada yang tahu (tentang kehamilan saya). Setelah Desember itu dia bilang tidak bisa datang, aku langsung memutuskan hubungan dengan dia melalui sms, ‘Mulai sekarang kamu ngga usah cari-cari aku lagi, anak ini cuma milik aku.’”

Namun membesarkan seorang anak seorang diri di usianya yang masih sangat muda, bukanlah sesuatu yang mudah bagi Lois. “Yang tadinya bebas kesana kemari, tiba-tiba harus di rumah ngurusin anak.”

Lois tinggal bersama mamanya, dan adiknya. Jadi jika dia pergi, mamanyalah yang menjaga anaknya. Suatu hari, sang mama menegur Lois untuk gantian menjaga anaknya. Namun Lois menyikapinya dengan amarah, “Emang ngapain, cuma mau jalan-jalan saja kok.”

“Inget dong, kamu sudah punya anak..” ujar mamanya.

“Ya udah, kalau ngga mau jaga bawa aja ke panti asuhan, emang siapa yang mau lahirin dia,” jawab Lois ketus.

Sejenak Lois terdiam, dia sadar bahwa hal ini adalah konsekuensi tindakannya di masa lalu. “Dia itu ngga salah, yang salah itu kan mamanya,” demikian pengakuan Lois sambil meneteskan air mata.

Luka hati dan kekecewaannya pada para pria, coba ia tutupi dengan bersenang-senang dalam kehidupan malam. Namun hal itu membuatnya jatuh ke lubang yang sama, kehidupan free sex.

“Waktu itu, dalam waktu lima hari sudah ada dua orang yang mencampakkan saya,” ungkap Lois. “Setelah kejadian dengan dua pria itu, saya berpikir mulai sekarang ngga usah love-lovean. Cukup seks saja. Yang penting harus minum. Jadi seperti ingin berpikir layaknya para pria. Tidak pakai perasaan, yang penting mau saja. Waktu itu yang ada cuma dendam, pria-pria itu seperti ini, seperti ini..seperti ini.. Jadi udah benci sama papanya anakku, kemudian dicampakin.”

Di saat ia tidak ingin lagi merasakan cinta, seorang pria masuk dalam hidupnya.

“Dari segi kriteria, ngga banget sih. Tapi dia mau serius, sudah sampai bicara ke depan nanti bagaimana. Yah akhirnya berpikir, ternyata masih ada yang mau nerima saya. Lalu tiba-tiba dia mutusin dengan alasan keluarganya ngga setuju, padahal sebelumnya dia bilang keluarganya setuju dan bisa terima aku dan anakku juga. Saya coba cari tahu, dan ternyata dia telah menghamili seorang wanita dan akan melahirkan. Dia bilang sebenarnya dia cinta aku, tapi karena wanita itu sudah hamil jadi harus menikahi dia.”

Lois akhirnya terbujuk oleh rayuan pria tersebut, sekalipun tidak menjadi istrinya, Lois mau menerima dirinya menjadi orang ketiga dalam hidup pria tersebut.

“Aku berpikir, kenapa harus seperti ini ya. Kok ngga fair banget ya. Nah, pada saat itulah aku berpikir untuk mengakhiri hidup.”

Rasa putus asa dan membenci dirinya sendiri membuat Lois memilih jalan pintas. Ia pun menyampaikan pesan terakhirnya kepada anaknya yang masih balita, “Anya, mama pergi dulu ya. Nanti Anya sama mami sama papi aja.”

Lois pun siap meminum racun serangga yang ada di tangannya. Saat ia akan meneguk racun itu, tiba-tiba ia mendengar sebuah suara, “Aku mengasihi kamu.”

“Langsung kesadaran aku muncul, ‘masak hanya gara-gara dia, aku harus mati dan masuk neraka.’”

Setelah kejadian itu, Lois mulai membuka hatinya kembali untuk Tuhan. Namun hal itu bukanlah sesuatu yang mudah. Hingga tiba ulang tahunnya yang ke dua puluh tahun, saat itu seorang kerabat mendoakannya.

“Pada saat berdoa itu, saya benar-benar merasakan jamahan Tuhan. Sepertinya Tuhan sedang memeluk saya. Saya merasakan benar-benar bahwa kasih itu tidak bersyarat. Kasih Tuhan itu kasih walaupun.. walaupun saya sangat berdosa, walaupun saya sudah seperti itu pun kasih Tuhan tetap sama dari dulu.”

Di saat istimewa itulah Lois membuat sebuah komitmen yang mengubah hidupnya, “Hari itu aku melepaskan pengampunan. Tetapi baru untuk papanya Anya.”

Tapi Tuhan tidak berhenti bekerja dalam hidup Lois, dalam sebuah ret-reat, Lois menemukan kebenaran yang benar-benar membebaskan hidupnya.

“Di Champion Gathering itu dikupas yang namanya hati bapa. Disitulah baru disadari, kenapa selama ini sudah berusaha balik ke Tuhan tapi selalu jatuh lagi. Ternyata ada suatu celah. Celahnya yaitu akar pahit kepada orangtua. Jadi pulang malam itu dari puncak, langsung ngajak ngomong papa sama mama, aku minta ampun karena selama ini menganggap papa mama itu seperti bukan papa mama karena dari kecil selalu di ajarkan untuk memanggil kakak terhadap mereka. Akhirnya mulai hari itu, aku bisa manggil mereka papa dan mama sampai hari ini.”

Kini kehidupan Lois benar-benar berbeda. Ada suatu harapan akan masa depan yang indah bagi dia dan buah hatinya.

“Kalau dulu menyesali kelahiran dia,” ucap Lois sambil meneteskan air mata, “tapi sekarang malah ngga ada penyesalan. Dengan kelahiran dia, semua berubah. Dia ngga harus mengalami hal yang sama. Aku ingin dia besar nanti jadi wanita yang punya perinsip.”
Dari pengalaman hidupnya yang pahit itu, Lois menarik sebuah pelajaran yang penting, “Dulu saya berpikir segala sesuatunya harus diberikan untuk mendapatkan kasih itu, sekarang yang ada ternyata ngga seperti itu. Ada yang namanya kekudusan, dan kita pasti bisa hidup dalam kekudusan itu bersama Tuhan. Dan hubungan yang didasari oleh kasih Tuhan dan kekudusan, pasti tidak akan mengalami seperti yang saya alami dulu. Kalau Tuhan selalu bersama-sama dengan kita, pastinya segala sesuatunya menjadi indah.” (Kisah ini telah ditayangkan 8 Maret 2011 dalam acara Solusi Life di O Channel). [jawaban.com]

Postingan Menarik Lainnya :

0 komentar »

Leave your response!