Untuk Laki - Laki Nakal Dimanapun

03 Januari 2013 Leave a Comment
Aku hanyalah seorang gadis remaja biasa yang normal. Yah.., selayaknya gadis remaja normal, tidak salahkan jika aku mengharapkan kisah cinta yang indah? Kisah cinta yang selalu ku impi-impikan. Tidak, tidak berbelit-belit seperti kisah cinta romeo dan Juliet, Cinderella dan pangerannya ataupun cerita-cerita cinta dongeng lainnya. Tapi, yang kuharapkan adalah………


Kisah cinta yang sederhana dan indah.

Diusiaku yang sekarang ini – 16 tahun—aku belum pernah merasakan yang namanya cinta. Jangankan cinta, merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta ataupun menyukai seseorang saja belum pernah aku rasakan. Well, 'menyukai' disini maksudku adalah menyukai seseorang yang nantinya berujung pada 'jatuh cinta'.

Karna yah……aku ini juga tipe-tipe cewek yang suka cengengesan sendiri kalau melihat cowok cakep lewat – kebiasaanku dan teman-teman kalau lagi ngumpul--. Apakah itu, penyebabnya yang membuatku SANGAT mengharapkan dapat MERASAKAN bagaimana rasanya cinta itu? Apa ini mungkin pengaruh dari banyaknya cerita-cerita fiction bergenre romance yang sering ku baca? Karena dari 'cerita-cerita fiction bergenre romance' itu, aku banyak menemukan kisah cinta yang beraneka ragam rasa.

Dan itulah yang membuat aku berkeinginan untuk merasakan bagaimana rasanya cinta itu.

Cinta adalah sebuah anugrah. Banyak filosofi mengatakan seperti itu.

'apa aku belum mendapatkan anugrah itu sekarang?'

Cinta adalah sebuah rahasia.

'ya, aku merasakannya. Cinta memang adalah sebuah rahasia. Maka dari itu, aku masih belum bisa menebak kapan aku dapat merasakan cinta itu.'

Cinta adalah sebuah penyesalan.

'oh, ya? Apa itu definisi cinta bagi orang-orang yang baru saja mengalami sesuatu yang buruk dalam kisah cintanya?'

Cinta adalah sebuah kenangan.

'apa benar, cinta bisa dijadikan sebuah kenangan? Biarpun indah atau buruk sekalipun?'

Cinta adalah segalanya.

'ah…aku agak bingung dengan kata-kata diatas. Benarkah, segalanya adalah cinta?'

Hujan. Aku terduduk di atas kasur di kamarku yang gelap sambil mendengarkan suara gemuruh hujan yang jatuh kebumi.

Aku memejamkan mata. Membayangkan aku duduk dipinggir pintu depan rumahku. Duduk bersandar pada tiangnya. Memandang tetesan hujan yang membasahi rerumputan didepanku. Aku menarik nafas panjang. Mencoba mencari ketenangan yang dibawa para tetesan air langit. Dan saat aku membuka mataku, setetes air mata jatuh dari kelopaknya. Beginikah rasanya hampa?

Sekali lagi aku memejamkan mataku. Sekali lagi aku membayangkan diriku yang duduk didepan pintu depan rumahku,.duduk bersandar pada tiangnya. Dan setelah itu, bayangan ku yang duduk bersandar pada tiang pintu memudar. Digantikan slide-slide memori kenangan lama.

.

.

Dulu, didepan rumahku masih ada pohon jambu yang tertanam kokoh. Dibawah pohon jambu itu, dibuat kursi kayu yang melingkari batang pohon yang besar. Aku ingat. Masih sangat ingat kejadian itu, walaupun aku tak ingat wajahnya.

Aku berdiri di kursi kayu itu. Bermaksud untuk memanjat pohon jambu itu. Ya, mungkin saat itu aku masih berusia 4-5 tahun. Masih kecil, masih polos. Disaat itu, bola mata coklatku menangkap sesosok manusia. Anak laki-laki. Anak laki-laki yang bersembunyi di balik dinding rumahnya. Aku belum pernah melihatnya sebelum ini. Saat itu aku berpikir,mungkinkah dia penghuni baru di salah satu kamar kos-kosan yang memang terletak tepat disamping rumahku.

Dia bersembunyi. Lalu memunculkan sosoknya lagi.

"Kenapa?" masih jelas teringat olehku suaraku yang kebingungan melihat dia.

Dia, anak laki-laki itu keluar dari balik dinding. Berjalan pelan mengahampiriku.

"Aku mau jambunya."

Dia langsung to the point mengatakannya. Dalam pejaman mataku, masih teringat olehku ekspresi sebalku.

"Gak boleh!"

"Kenapa? Aku kan mau!"

"Pohonnya dibilang gak boleh. Dia gak mau jambunya kamu ambil."

"Boleh."

"ihhh, gak boleh."

Anak laki-laki itu berjalan mendekat. Menghampiriku yang masih berdiri diatas kursi kayu itu.

"Eh, pohon. Aku minta jambunya, ya? Tuh, katanya boleh."

"gak" aku ngotot. "Pohonnya bilang gak boleh."

"Pohonnya bilang boleh."

"Nggaaaaakk…."

Aku tersenyum. Masih dalam pejaman mataku. Kemudian, memori lain masuk menggantikan memori sebelumnya.

Saat itu, entah karena apa aku dan anak laki-laki nakal itu terlihat sedang bertengkar. Aku ingat. Banyak yang mengerubungi kami berdua. Aku juga kurang ingat, apa yang sebenarnya kami ribut kan. Satu-satunya yang aku ingat, hanyalah 'aku memang sedang adu mulut dengannya'. Dan kemudian, tiba-tiba kepalaku terbentur dinding yang berada dibelakangku. Kepalaku terbentur keras sampai hidungku mengeluarkan darah. Yang aku tahu sampai sekarang, anak laki-laki nakal itulah yang telah membenturkan kepalaku kedinding.

Setelah itu, aku ingat. Aku menangis. Ibuku datang dan kemudian menggendongku, membawaku masuk kerumah. Satu lagi yang kuingat, meskipun aku tidak ingat bagaimana wajahnya saat itu, aku seperti tahu ekpresinya. Dia terkejut melihat hidungku berdarah serta aku yang menangis.

Sejak saat itu, aku tidak pernah lagi bertemu dengan anak laki-laki nakal itu dan sejak saat itu pula, aku seperti melupakan kenangan-kenangan masa kecilku dulu.

Ibuku pernah sekali marah-marah padaku. Karena aku hanya diam saja saat tidak sengaja bertemu dengan seorang gadis. Ibuku menegurnya dan terlihat dekat. Tapi, aku hanya diam saja karena memang aku tidak mengenal gadis itu. Setelah gadis itu pergi, ibuku bertanya kenapa aku hanya diam saja saat bertemu Fitri-nama gadis itu. Dan aku bilang, 'aku tidak kenal'.

Ibuku mengomel tiada henti. Yang katanya aku ini terlalu pendiam, sulit bersosialisasi, melupakan teman lama dan macam-macam. Tapi, mau bagaimana lagi? Aku sama sekali tidak mengingat gadis itu. Tidak. Tidak hanya gadis itu. Ibuku pernah bilang, kalau dulu aku memiliki banyak teman bermain. Selalu pergi bermain dan susah disuruh untuk tidur siang. Tapi, kenapa aku sama sekali tidak mengingat mereka? Kalau benar aku memang mempunyai banyak teman bermain yang sangat dekat denganku, kenapa aku tidak mengingatnya? Hanya anak laki-laki nakal itu saja. Ya, hanya dia. Walaupun aku melupakan bagaimana wajahnya saat itu, tapi 2 memori berharga tentangnya, masih tersimpan diotakku.

Saat mengingat-ingat memori kedua tentang anak laki-laki nakal itu, aku jadi teringat sesuatu. Aku tidak ingat teman-teman masa kecilku dan kejadian masa kecilku lainnya berawal dari insiden kepalaku membentur dinding hingga hidungku berdarah.

Iya. Apa mungkin karena itu?

Tapi,,,,,,,

Entahlah, aku bingung bagaimana mengekspresikan perasaanku sendiri. Aku ingin sekali bertemu dengannya. Anak laki-laki nakal itu.

Aku ingin bertemu dengannya,

Aku ingin marah dengannya,

Aku ingin menanyakan kenapa dia membenturkan kepalaku saat itu,

Aku ingin menanyakan kemana saja dia selama ini,

Aku ingin membagi cerita masa kecil yang tidak terlupakan olehku,

Aku ingin mendengar banyak cerita lagi tentang dia dan aku, karena aku yakin interaksi kami berdua tidak hanya 2 memori iu,

Aku ingin…..kembali mengingat wajahnya.

Perasaan apa, ini?

Aku……

Sangat merindukannya.

"Nggak boleeeehhhh....."

"Boleh!"

"Pohonnya bilang gak boleh!"

"Pohonnya bilang, BOLEH!"

Aku memang belum pernah merasakan bagaimana rasanya cinta itu. Tapi aku rasa, aku pernah merasakan…….

Bagaimana rindu itu.

.

.

Aku membuka mataku perlahan. Suara gemuruh hujan sudah tidak terdengar lagi. Hujan telah berhenti. Aku tersenyum pada angin yang tiba-tiba datang membelai wajahku.

"Aku merindukanmu. Hey kau, anak laki-laki nakal!" [fictionpress.com]

Postingan Menarik Lainnya :

0 komentar »

Leave your response!